Aktor Dibalik Kebakaran Hutan dan Efek Kabut Asap yang Semakin Parah

http://kabarterupdatehariini.blogspot.co.id/2015/10/aktor-dibalik-kebakaran-hutan-dan-efek.html

Aksi pemerintah memenjarakan atau menuntut individu serta perusahaan yang diduga membakar lahan tak akan cukup untuk mencegah kabut asap berulang.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah RI, setidakya sudah ada tiga strategi nasional dalam penanganan bencana asap tersebut yaitu: pertama, pemadaman kebakaran lahan dan hutan di daratan; kedua, pemadaman di udara melalui water bombing menggunakan helikopter dan hujan buatan menggunakan pesawat terbang; dan ketiga, sosialisasi dan penegakan hukum. Namun upaya tersebut tidak berdampak signifikan, bahkan kalau kita lihat dalam 2 hari terakhir ini level udara masih pada tingkat berbahaya.
Setidaknya ada tiga provinsi, yaitu Riau, Jambi, dan Kalimantan Tengah telah memberlakukan status tanggap darurat asap setelah selama beberapa pekan indikator pencemaran udara di wilayah tersebut melampaui tahap berbahaya.
Motif Pembakaran Hutan
Seperti dilansir BBC indonesia, ada sekitar 20 aktor yang terlibat di lapangan dan mendapat keuntungan ekonomi dari pembakaran hutan dan lahan. Sebagian besar dari jaringan kepentingan dan aktor yang mendapat keuntungan ekonomi ini menyulitkan langkah penegakan hukum. Fakta dan kesimpulan tersebut terungkap dalam penelitian tentang 'Ekonomi Politik Kebakaran Hutan dan Lahan' dari peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) Herry Purnomo.
Masing-masing kelompok yang melakukan aktivitas pembukaan lahan akan mendapat persentase pemasukan sendiri, namun rata-rata, pengurus kelompok tani mendapat porsi pemasukan terbesar, antara 51%-57%, sementara kelompok petani yang menebas, menebang, dan membakar mendapat porsi pemasukan antara 2%-14%.
Dalam penelitiannya, Herry menemukan bahwa harga lahan yang sudah dibersihkan dengan tebas dan tebang ditawarkan dengan harga Rp8,6 juta per hektar.
Namun, lahan dalam kondisi 'siap tanam' atau sudah dibakar malah akan meningkat harganya, yaitu Rp11,2 juta per hektar.
Lalu tiga tahun kemudian, setelah lahan yang sudah ditanami siap panen, maka perkebunan yang sudah jadi itu bisa dijual dengan harga Rp40 juta per hektar.
Selain itu, dalam pola jual beli lahan, penyiapan lahan menjadi tanggung jawab pembeli, jika akan dibakar atau dibersihkan secara mekanis. Semakin murah biaya pembersihan, untung pembeli akan semakin besar.
Sebagai perbandingannya, menurut Herry, per hektar lahan yang dibakar biayanya $10-20, sementara untuk lahan yang dibersihkan secara mekanis membutuhkan $200 per hektar.
Dampak Kebakaran Hutan
Setidaknya ada dua dampak yang secara langsung kita rasakan karena kualitas udara yang buruk akibat kabut asap, bisa mengganggu kesehatan dan perekonmian lumpuh.
Bagi Kesehatan, asap kebakaran hutan mengandung komponen gas yang umumnya bersifat iritan seperri ozon, SO2, NOx dan gas asfiksian seperti CO dan carbondioksida (CO2). Selain itu juga mengandung partikel yang dikenal partikulat matter, seperti PM10, PM2,5 dan ultrafine. 
Bahan kimia lainnya, yaitu enzena, formaldehid, polisiklik hidrokarbon, dan lainnya, di mana ada yang bersifat karsinogen, dalam jangka pendek dapat mengiritasi membran mukosa tubuh, mulai dari mata, sampai saluran napas. Pada mata pasti akan merah, perih, dan berair. Sedangkan pada saluran napas menyebabkan bersin-bersin dan produksi dahak meningkat. Dalam jangka panjang rusaknya pusat pertahanan alami saluran napas ini akan mempermudah masuknya kuman. Akibatnya daya tahan tubuh lebih lemah, kalau adau kuman yang berbahaya seperti kuman TBC yang tadinya bisa dilemahkan menjadi mudah masuk.
Bagi Perekonomian, aktivitas masyarakat terhambat karena alat transportasi udara tidak beroperasi, aktifitas jual beli-pun menuruh karena banyak orang yang lebih nyaman didalamrumah.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan "Dampak ekonomi akibat bencana kabut asap yang terjadi di beberapa provinsi di Indonesia pada 2015 bisa melebihi Rp20 triliun", Ujarnya. Angka tersebut didasarkan pada kerugian akibat kabut asap 2014 yang dihitung selama tiga bulan dari Februari sampai April hanya dari Provinsi Riau mencapai Rp20 triliun.
Indonesia harus dan akan terus berusaha keras menanggulangi masalah ini dan diharapkan kerjasama semua kalangan untuk mengeksplorasi segala cara yang memungkinkan untuk mengatasi kebakaran lahan dan hutan. Indonesia harus berkomitmen untuk melakukan tindakan hukum terhadap pihak-pihak yang bertanggungjawab atas terjadinya kebakaran lahan dan hutan.

Posting Komentar

emo-but-icon

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item